BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Evaluasi merupakan bagian penting
dari sistem pendidikan dan pengajaran dalam berbagai bentuk dan waktu
pengajarannya. Istilah evaluasi pemakaiannya sering di pertukarkan karena
konsep yang mendasarinya kurang di pahami oleh penggunannya. Istilah yang
dimaksud adalah penilaian, pengukuran dan tes. Dengan demikian, konsep-konsep
dasar yang terkait langsung perlu diketahui oleh setiap pembelajar.
Evaluasi/ penilaian pada dasrnya
bertujuan menentukan evektivitas dan evisiensi kegiatan pembelajaran dengan
indikator utama pada keberhasilan atau kegiatan pembelajar dalam mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang di tetapkan. Selanjutnya menjadi balikan bagi
perbaikan dan pengembangan proses belajar mengajar berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.
Apa
pengertian desain evaluasi?
2. Apa
sajakah Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun desain evaluasi program?
3. Apa
sajakah Komponen-komponen Program?
4. Apa
sajakah Hal-hal yang harus ditangani evaluator?
5. Apa
sajakah Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain?
6. Apa
sajakah Langkah penyusunan instrument?
7. Apa
sajakah Criteria evaluator?
8. Apa sajakah Faktor-Faktor
Yang Melemahkan Suatu Bentuk Evaluasi?
9. Apa sajakah Strategi-Strategi
Umum Untuk Memperkuat Desain Evaluasi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah
ini sebagai berikut.
1.
Untuk
mengetahui pengertian desain evaluasi.
2. Untuk
mengetahui Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun desain evaluasi program.
3. Untuk
mengtahui Komponen-komponen Program.
4. Untuk
mengetahui Hal-hal yang harus ditangani evaluator.
5. Untuk
mengetahui Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain.
6. Untuk
mengtahui Langkah penyusunan instrument.
7. Untuk
mengetahui Criteria evaluator.
8. Untuk mengetahui Faktor-Faktor
Yang Melemahkan Suatu Bentuk Evaluasi.
9. Untuk mengetahui Strategi-Strategi
Umum Untuk Memperkuat Desain Evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Desain Evaluasi
Desain evaluasi adalah suatu kondisi dan prosedur yang
diciptakan oleh evaluator untuk mengumpulkan data. Kebanyakan pendidik ketika
mendengar istilah “evaluasi” akan langsung mengarah kepada desain penelitian
yang sudah umum seperti desain pre test dan desain post test. Padahal istilah
evaluasi harusnya dimaknai dalam konteks yang lebih besar.
Evaluasi program merupakan pelayanan bantuan pada pelaksana
program untuk memberikan input bagi pengambilan keputusan tentang kelangsungan
program tersebut. Oleh karena itu, pelksana evaluasi program harus memahami
seluk beluk program yang dinilai. (Hamdani,
2011: 319)
Evaluator pendidikan biasanya
mendasarkan pekerjaan mereka terhadap bukti, bukan sekedar intuisi belaka.
Bukti-bukti yang digunakan dalam evaluasi sangat bervariasi, contohnya: kinerja
murid, tes, pengamatan pada tingkah laku murid,dll.
Kerangka kerja yang digunakan evaluator
sangat beragam, namun meskipun kerangka kerja tersebut sangat berguna bagi
evaluator dalam mengambil keputusan, namun tetap dibutuhkan suatu desain
evaluasi untuk membantu evaluator bagaimana caranya pengambilan keputusan yang
tepat.
B. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menyusun desain evaluasi program
1. Pengambilan
keputusan mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan suatu program
2. Kepala
sekolah menunjuk evaluator program (bagian dalam pengelola ataupun orang luar
dari program) untuk melaksanakan evaluasi program setelah melaksanakan selama
jangka waktu tertentu
3. Penilai
program melaksanakan kegiatan penilainnya, mengumpulkan data, menganalisis dan
menyusun laporan
4. Penilai
program menyampaikan penemuannya kepada pengelola program. (Hamdani, 2011: 319)
C. Komponen-komponen
Program
1. Tujuan
ditetapkan oleh pengambil keputusan dan diberitahukan kepada pelaksana program
2. Kegiatan
semua aktivitas dilakukan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, kegiatan
harus relevan dengan tujuan
3. Sarana
fasilitas penunjang kegiatan
4. Person
pelaksana kegiatan
5. Hasil
keluaran sebagai akibat dari kegiatan.
(Hamdani, 2011: 319)
D. Hal-hal
yang harus ditangani evaluator
1. Keberhasilan
pencapaian tujuan. Hubungan antara tujuan dan hasil merupakan hal utama yang
harus ditangani oleh seorang evaluator. Mereka harus memusatkan perhatiannya
terhadap keberhasilan ini. Evaluator tidak boleh terpaku terlalu erat dengan
tujuan. Hal ini karena ada beberapa program yang mencantumkan dengan jelas apa
yang ingin dicapai dengan kegiatannya, tetapi ada pula yang tidak merumuskannya
sama sekali. pada kondisi ini, evaluator harus mencari informasi mengenai
tujuan program tersebut karena tidak mungkin seorang evaluator bekerja tanpa
mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai.
2. Tujuan
program yang dirumuskan oleh pengembang program. Tujuan umum suatu program akan
dijadikan titik awal kegiatan evaluator dalam menyusun desain evaluasi.
3. Proses
yang terjadi dalam program, meliputi kegitan, sarana penunjang, dan personal
pelaksana program. (Hamdani, 2011:
319-320)
E. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain
1. Latar
belakang
2. Problematika
(yang akan dicari jawabannya)
3. Tujuan
evaluasi
4. Populasi
dan sampel
5. Instrument
dan sumber data
6. Teknik
analisis data. (Hamdani, 2011: 320)
F. Langkah
penyusunan instrument
1. Merumuskan
tujuan yang akan dicapai dengan instrument yang akan disusun.
2. Membuat
kisi-kisi yang berisi tentang perincian variable dan jenis instrument yang akan
digunakan untuk mengukur bagian variable yang bersangkutan.
3. Membuat
butir-butir instrument. (Hamdani, 2011:
321)
G. Kriteria
Evaluator
1. Memahami
materi
2. Menguasai
teknik
3. Objek
dan cermat
4. Jujur
dan dapat dipercaya. (Hamdani, 2011:
321-322)
H. Faktor-Faktor Yang
Melemahkan Suatu Bentuk Evaluasi
Faktor-faktor ini dijabarkan oleh
Campbell dan Stanley dalam pembahasan mereka mengenai desain penelitian
eksperimental. Mereka menyebutkan 8 variabel yang mungkin menyebabkan
interpretasi terhadap data sulit dilakukan. Kedelapan variabel itu adalah:
1. Sejarah
Ketika suatu program dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu, dan dalam jangka waktu tersebut ada program lain yang juga dilaksanakan,
maka hal ini akan menyebabkan hasil akhir yang menjadi tidak jelas. Sebagai
contoh: program spesial remedial sedang dilaksanakan di sebuah SD, sementara
pada saat yang bersamaan, stasiun TV pendidikan lokal menayangkan program
pelajaran matematika SD. Ketika pada akhirnya dari hasil evaluasi menunjukkan
ada peningkatan nilai matematika pada anak SD, tidak jelas apakah disebabkan
oleh remedial atau oleh program TV.
2. Kedewasaan
Pada saat sebuah perlakuan sedang dalam proses, mungkin
tejadi pertumbuhan alami pada murid yang diteliti, baik secara biologis,
psikologis, maupun sosiologis. Pertumbuhan ini akan menyebabkan hasil evaluasi
menjadi tidak jelas. Contohnya: hasil akhir tes membaca murid-murid kelas 1
pada akhir tahun pelajaran meningkat. Namun peningkatan ini tidak jelas apakah
disebabkan oleh pembelajaran yang mereka terima, atau karena mereka berusia 9
bulan lebih tua?
3. Ujian
Siswa yang sudah 2 kali mengikuti tes, seperti dalam desain
pretes-posttes, biasanya akan lebih ‘ahli’ pada saat posttes. Hal ini
membingungkan. Apakah siswa tersebut menjadi ‘ahli’ karena memang diberi
perlakuan, atau karena memang dia sudah pernah mengikuti tes yang hampir mirip
pada saat pretes?
4. Instrumentasi
Jika alat ukur diganti selama proses evaluasi, maka perubahan
yang terjadi pada murid terkadang dikatkan dengan perubahan alat ukur tersebut,
bukan karena fenomena pendidikan yang sedang dievaluasi. Contohnya: ketika 2
jenis tes digunakan untuk melakukan evaluasi, di mana pretes lebih sulit
dibandingkan posttes, maka ketika terkadi peningkatan hasil siswa pada posttes,
lebih sering dikaitkan dengan masalah sulit-mudah ini, bukan karena adanya
program yang diberikan.
5. Ketidakstabilan
Ketika pengukuran yang digunakan dalam evaluasi tidak
terlalu stabil, maka hasil akhir yang didapatkan juga menjadi tidak jelas.
6. Seleksi
Dalam suatu evaluasi, hasil akhir biasanya menjadi tidak
jelas apabila individu yang dimasukkan dalam kelompok penelitian memiliki
perbedaan yang sangat besar. Sebagai contoh: sekelompok siswa yang rajin
belajar dan bermotivasi tinggi diberi perlakuan X, sementara perlakuan Y
diberikan kepada sekelompok siswa yang malas, maka seolah-oleh perlakuan X akan
lebih efektif daripada perlakuan Y.
7. Moralitas
Ketika dua atau lebih kelompok digunakan dalam penelitian,
dan salah satu atau beberapa individu keluar dari kelompok, maka hasil evaluasi
menjadi tidak jelas. Contohnya: 2 kelompok yang diberi perlakuan sedang
diteliti mengenai pendapat mengenai sekolah. Dalam penelitian, seorang atau
beberapa siswa dari salah satu kelompok, pindah ke sekolah lain, sementara
siswa-siswa ini merupakan siswa yang memiliki pandangan positif terhadap
sekolah. Karena kehilangan siswa ini, maka kelompok yang lain seolah-oleh
terlihat lebih baik daripada kelompok yang ditinggalkan.
8. Statistic
regresi
Ketika siswa yang dipakai dalam evaluasi adalah siswa-siswa
dengan skor yang terletak jauh dari keseimbangan standar deviasi statistik
nilai (terlalu tinggi atau lebih seringnya memiliki skor yang terlalu rendah),
maka ketika ada peningkatan nilai terhadap siswa yang diteliti ini, seolah-oleh
karena adanya suatu perlakuan tertentu.
I. Strategi-Strategi Umum
Untuk Memperkuat Desain Evaluasi
Terdapat dua teknik yang digunakan dalam desain
evaluasi, yaitu Teknik penggunaan kelompok kontrol atau kelompok perbandingan,
dan teknik pemberian perlakuan secara acak kepada subyek yang diteliti
(randomisasi).
1. Kelompok kontrol dan kelompok perbandingan
Dengan menggunakan kelompok kontrol
ini, peneliti bisa menghindari kedelapan variabel yang mungkin akan menyebabkan
kebingungan pada saat interpretasi data. Sebagai contoh, ketika sejarah atau
perubahan alat ukur mengacaukan inte rpretasi data, maka dengan menggunakan
kelompok kontrol, peneliti bisa mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor
tersebut. Namun meskipun peneliti ini mampu mengidentifikasi pengaruh pemberian
perlakuan pada kelompok, namun biasanya hal ini akan dihindari oleh evaluator
pendidikan, karena tujuan dari evaluasi pendidikan adalah mengetahui program
apa yang paling efektif. Maka ketika evaluator pendidikan akan melakukan
penelitian tentang efektivitas suatu pogram, maka sebaiknya jangan menggunakan
kelompok yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan, namun bagaimana
caranya menggunakan kelompok perbandingan yang menggunakan alternatif perlakuan
yang mungkin diterapkan. Michael Criven memberikan contoh, ketika evaluator
ingin meneliti mengenai program pembelajaran berdana rendah, maka sebaiknya
membandingkan antara 2 kelompok siswa, yang satu memakai program berdana
rendah, yang satu lagi menggunakan program berdana tinggi. Maka akan terlihat
hasilnya, di mana hasilnya biasanya siswa dari kelompok program berdana rendah
akan sama baiknya, atau justru lebih baik dari kelompok siswa berdana tinggi.
Meskipun demikian, akan selalu ada keadaan di mana penggunaan kelompok kontrol
yang tidak diberi perlakuan tetap diperlukan.
2. Randomisasi
Dalam menarik kesimpulan dari
penggunaan kelompok perbandingan yang secara umum sejajar, teknik terbaik yang
digunakan adalah memilih subyek secara acak. Sebagai contoh: ketika kita ingin
membandingkan tiga program fisika kepada siswa, maka cara terbaik memilih siswa
yang akan digunakan sebagai subyek adalah dipilih secara acak.
Pengacakan adalah cara yang paling baik untuk
menjamin bahwa setiap kelompok memiliki keseimbangan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Desain evaluasi adalah suatu kondisi
dan prosedur yang diciptakan oleh evaluator untuk mengumpulkan data.
Evaluator pendidikan biasanya mendasarkan
pekerjaan mereka terhadap bukti, bukan sekedar intuisi belaka. Bukti-bukti yang
digunakan dalam evaluasi sangat bervariasi, contohnya: kinerja murid, tes,
pengamatan pada tingkah laku murid,dll.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani.2011.Strategi Belajar Mengajar.Bandung:
Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar