Kamis, 16 Oktober 2014

PROFESIONALISME GURU








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kedudukan guru merupakan posisi yang penting dalam dunia pendidikan khususnya di lembaga pendidikan formal. Oleh karena itu, kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah yang strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Guru merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Sudah selayaknya seorang guru itu diberikan kesejahteraan berupa sertifikasi. Dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.
Didalam lembaga pendidikan, komponen yang menunjang pendidikan harus terpenuhi, salah satunya guru. Guru adalah faktor penting berlangsungnya kependidikan. Apabila seorang guru sudah memenuhi persyaratan dan melakukan fungsi dengan sebaik-baiknya, pendidikan dianggap berhasil karena akan mencetak generasi yang baik pula.
Makalah ini akan membahas mengenai profesionalisme guru.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.      Apakah yang dimaksud Profesionalisme Guru?
2.      Apa sajakah Peran Guru Profesional?
3.      Apa sajakah Karakteristik Guru Profesional?
4.      Apa sajakah Kompetensi Guru Profesional?
5.      Apa sajakah Komitmen Guru Profesional?
6.      Apa sajakah konsep kode etik guru?
7.      Apa sajakah Sistem Pelatihan Guru Profesional?
8.      Apa sajakah Strategi Pengembangan Profesi Guru?
9.      Apa sajakah fungsi Pelatihan untuk Perubahan?
C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui Profesionalisme Guru.
2.      Untuk mengetahui Peran Guru Profesional.
3.      Untuk mengetahui Karakteristik Guru Profesional.
4.      Untuk mengetahui Kompetensi Guru Profesional.
5.      Untuk mengetahui Komitmen Guru Profesional.
6.      Untuk mengetahui konsep kode etik guru.
7.      Untuk mengetahui Sistem Pelatihan Guru Profesional.
8.      Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Profesi Guru.
9.      Untuk mengatahui fungsi Pelatihan untuk Perubahan.















BAB II
PEMBAHASAN
PROFESIONALISME GURU
A.    Konsep Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru adalah suatu tingkat penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik.[[1]]
Eksistensi seorang guru adalah sebagai pendidik profesional di sekolah. [[2]]

B.        Peran Guru Profesional
Peran guru profesional yaitu sebagai designer (perancang pembelajaran), edukator (pengembangan kepribadian), manager (pengelola pembelajaran), administrator (pelaksanaan teknis administrasi), supervisor (pemantau), inovator (melakukan kegiatan kreatif), motivator (memberikan dorongan), konselor (membantu memecahkan masalah), fasilitator (memberikan bantuan teknis dan petunjuk), dan evaluator (menilai pekerjaan siswa).[[3]]

C.      Karakteristik Guru Profesional
Karakteristik guru adalah segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada peserta didik, cara berpakaian, berbicara, dan berhubungan baik dengan peserta didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya.[[4]]

D.    Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan pengertian dari kompetensi guru profesional yaitu orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[[5]]

E.     Komitmen Guru Profesional
Komitmen guru merupakan kekuatan batin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar guru itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsif (inovatif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Macam-macam komitmen guru profesional yaitu:
1.   Komitmen terhadap sekolah sebagai satu unit sosial
2.    Komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah
3.   Komitmen terhadap siswa-siswi sebagai individu yang unik
4.     Komitmen untuk menciptakan pengajaran bermutu
Di antara ciri-ciri komitmen guru profesional yaitu:
a)    Tingginya perhatian terhadap siswa-siswi
b)    Banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya
c)    Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain
Berikut merupakan contoh komitmen guru profesional:
1.   Tugas sebagai guru merupakan pancaran sikap batin
2.      Siap melaksanakan tugas di manapun
3.   Tanggap terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat[[6]]

F.      Konsep Kode Etik Guru
Kode etik guru Indonesia merupakan himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode etik guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Tujuan kode etik di antaranya yaitu:
a.       Menjunjung tinggi martabat profesi
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c.       Sebagai pedoman berperilaku
d.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
e.       Untuk meningkatkan mutu profesi
f.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan.
Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air. Pertama dalam kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta.
Rumusan Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut :
a)    Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila
b)    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional
c)    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
d)   Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar
e)    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan
f)     Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu  dan martabat profesinya
g)    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social
h)    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i)      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.[[7]]

G.    Sistem Pelatihan Guru Profesional
1.         Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Organisasi Profesi
Menurut Gitosudarmo, Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan (Ardana, 2008:1). Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi memiliki unsur-unsurnya, yakni sebagai berikut : sistem, pola aktivitas, sekelompok orang ,tujuan.
Sementara itu, Robbins (1994) mengatakan struktur organisasi adalah kerangka kerja formal suatu organisasi dengan kerangka mana tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan.
Organisasi profesi guru di antaranya yaitu Persatuan Republik Indonesia (PGRI), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Organisasi MGMP bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing (Soetjipto,2007:36). Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi selain PGRI ada organisasi profesi dibidang pendidikan yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Dengan telah terbentuknya organisasi profesi, guru dapat meningkatkan kemampuan dirinnya dan berlomba dalam kebaikan dengan sesama teman profesi. [[8]]
2.         Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan yaitu proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada hakikatnya supervisi adalah perbaikan proses pembelajaran.
Berikut merupakan prinsip-prinsip supervisi, di antaranya:
a.    Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
b.    Supervisi harus dilakukan  secara berkesinambungan.
c.    Supervisi pendidikan harus demokratis.
d.   Program supervisi pendidikan harus komprehensif.
e.    Supervisi pendidikan harus konstruktif.
f.     Supervisi pendidikan harus objektif. [[9]]
3.         Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Sertifikasi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. [[10]]
Prosedur atau kerangka pelaksanaan sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan S1 kependidikan maupun lulusan S1 non kependidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)      Lulusan program sarjana kependidkan sudah mengalami Pembentukan Kompetensi Mengajar (PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh perpendidikan yang memiliki PPTK terakreditasi dan ditunjuk oleh Ditjen Dikti, Depdiknas.
b)       Lulusan program sarjana non-kependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses Pembentukan Kompetensi Mengajar (PKM) pada perguruan tinggi yang memiliki Program Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) secara terstruktur. Setelah dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan S1 non kependidikan.
c)      Penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga LPTK yang terakreditasi. Untuk pelaksanaan uji kompetensi sebagai sebagai bentuk evaluasi kompetensi mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Ditjen Dikti Depdiknas.
d)     Peserta uji kompetensi yang lulus, baik yang berasal dari lulusan program sarjana pendidikan maupun non-pendidikan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[[11]]

H.    Strategi Pengembangan Profesi Guru
Surya mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Berangkat dari karakteristik guru untuk masyarakat abad 21 yang akan disimpulkan, antara lain:
1.    Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah.
2.    Memiliki kepribadian yang prima.
3.    Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain sebagai berikut:
1.    Berpartisipasi di dalam pelatihan berbasis kompetensi.
2.    Berpartisipasi di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya pendidikan lanjut).
3.    Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya.
4.    Berpartisipasi di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah.
5.    Menghadiri perkuliahan umum atau presentasi ilmiah.
6.    Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas).
7.    Magang.
8.    Menggunakan sumber-sumber media pemberitaan.
9.    Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.
10.    Mengunjungi profesional lainnya diluar sekolah.
11.    Bekerja dengan profesional lainnya di dalam sekolah.[[12]]

I.       Pelatihan untuk Perubahan
Alan Cowling & Phillips James memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai.”[[13]]
Dengan meminjam pemikiran Sondang Siagian, dibawah ini akan dikemukakan tentang manfaat penyelenggaraan program pelatihan, baik untuk sekolah maupun guru itu sendiri.
Bagi sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.[[14]]
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi. [[15]]


















BAB III
PENUTUP
Simpulan
Profesionalisme guru adalah suatu tingkat penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik.
Peran guru profesional yaitu sebagai designer (perancang pembelajaran), edukator (pengembangan kepribadian), manager (pengelola pembelajaran), administrator (pelaksanaan teknis administrasi), supervisor (pemantau), inovator (melakukan kegiatan kreatif), motivator (memberikan dorongan), konselor (membantu memecahkan masalah), fasilitator (memberikan bantuan teknis dan petunjuk), dan evaluator (menilai pekerjaan siswa).
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran.
Pengembangan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan berbagai strategi: Berpartisipasi di dalam pelatihan berbasis kompetensi, Berpartisipasi di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya pendidikan lanjut), Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya, Berpartisipasi di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah, Menghadiri perkuliahan umum atau presentasi ilmiah, Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas), Magang, Menggunakan sumber-sumber media pemberitaan, Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional, Mengunjungi profesional lainnya diluar sekolah, Bekerja dengan profesional lainnya di dalam sekolah.




DAFTAR PUSTAKA
Bakar,Yunus Abu.Syarifan Nurjan.2009.Profesi Keguruan.Surabaya :AprintA.
Cowling.Alan.Philip James.1996.The Essence of Personnel Management and Industrial Relations. (terj. Xavier Quentin Pranata). Yogyakarta: ANDI.
Ibrahim,Bafadal.2006.Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar.Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa,E.2007.Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Samana. 1994.Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Siagian,Sondang P.1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Surya,H.M.1998.Peningkatan Profesionalitas Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21 (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998.
Uno,Hamzah B.2007.Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara.





[1] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009.Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. hlm: 1- 10
[2] Samana. 1994.Profesionalisme Keguruan.Yogyakarta: Kanisius.hlm: 13
[3] Hamzah B. Uno.2007.Profesi Kependidikan.Jakarta : Bumi Aksara.hlm: 22
[4]  Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009. Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. hlm: 3- 6
[5] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009.Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. hlm: 4- 8
[6] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan2009. Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. Hlm: 6- 9

[7] Mulyasa. E.2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm:  47
[8] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009.Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. Hlm: 9
[9] Bafadal, Ibrahim.2006.peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar.Jakarta:Bumi Aksara. Hlm: 46
[10] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009.Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. paket 10 hlm: 6
[11] Yunus Abu Bakar,Syarifan Nurjan.2009. Profesi Keguruan.Surabaya:AprintA. paket 10 hlm: 10
[12] Surya, H.M.1998. Peningkatan Profesionalitas Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21 (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm: 15-17
[13] Alan Cowling & Philip James. 1996 .The Essence of Personnel Management and Industrial Relations (terj. Xavier Quentin Pranata). Yogyakarta: ANDI.hlm: 110
[14] Sondang P. Siagian .1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.hlm: 183-185
[15] Alan Cowling & Philip James. 1996 .The Essence of Personnel Management and Industrial Relations (terj. Xavier Quentin Pranata). Yogyakarta: ANDI. Hlm 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar